Sejarah Pemunculan Arsitektur Neo Klasik dan Perkembangannya di Indonesia
Pada pertangahan abad XVIII, persisnya sekitar tahun 1750 muncul sebuah gerakan pembaharuan arsitektur bangunan dan sering disebut sebagai gaya Neo Klasik di Eropa. Kelahirannya didasarkan atas perasaan jenuh terhadap beberapa arsitektur bangunan yang sebelumnya sudah ada. Pada masa tersebut banyak arsitektur yang ingin menghadirkan arsitektur lama dari masa Yunani dan Romawi Kuno.
Beberapa ciri utama
Setiap bangunan yang menerapkan konsep arsitektur Neo Klasik tidak pernah dilengkapi dengan menara atau kubah di bagian puncaknya. Kemudian untuk fasadnya berbentuk panjang dan datang. Selain itu kolom-kolomnya memiliki bentuk besar dan tinggi, membuat bangunan terlihat semakin indah dan gagah.
Lanjut bagian interior khususnya pintu dan jendela seringkali diberi lapisan warna emas dan selalu diatur sedemikian rupa agar mampu menghadirkan karakter klasik secara lebih sempurna. Koleksi benda antik yang berasal dari era Herculaneum dijadikan pajangan dan hiasan utama dalam ruang. Selain itu melalui sistem penataan yang sangat teliti, interior gaya Neo Klasik selalu memunculkan kesan megah di setiap ruangan.
Perkembangannya di Indonesia
Orang yang pertamakali mengenalkan dan mengembangkan gaya Neo Klasik di Indonesia adalah Herman Willen Daendels yang menjabat sebagai Gubenur Jenderal Hindia Belanda sejak tahun 1808 hingga 1811. Mantan perwira militer ini adalah salah satu orang kepercayaan Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte. Saat itu meski berkuasa di tanah air, namun Belanda sendiri berada dibawah kekuasaan Perancis.
Pada masa tersebut gaya arsitektur Neo Klasik mengalami kemajuan yang sangat pesat di Perancis. Hanya saja sebutannya tidak menggunakan nama Neo Klasik melainkan Empire Style. Lalu ketika ditugaskan di Indonesia, Deandels segera melakukan perubahan terhadap gaya bangunan Indisch yang sebelumnya sering digaungkan oleh Gubenur Jenderal sebelumnya, Albertus Wiese.
Perubahan yang dilakukan oleh Daendels ini mempunyai alasan khusus. Gaya arsitektur Indisch dianggap kurang berhasil dalam memunculkan sifat kekuasaan yang angkuh. Bahkan disebutkan gaya tersebut lebih sering mengakomodasi gaya arsitektur lokal setempat terutama dari Jawa.
Dalam perkembangan selanjutnya, gaya arsitektur yang dikenalkan oleh Daendels tersebut sering dinamakan sebagai gaya arsitektur Indische Empire Style. Beberapa ciri utamanya antara lain pada dindingnya yang sangat tebal. Lantainya dibuat dari bahan marmer dan plafonnya memiliki ukuran lebih tinggi.
Ruang terbesar yang terletak di bagian tengah selalu dihubungkan langsung dengan teras belakang dan teras belakang. Bangunan sayap yang ada di sisi kiri dan kanan bangunan utama difungsikan sebagai kamar tidur. Untuk fasilitas yang lain, dibuatkan secara khusus di beberapa bangunan yang didirikan secara terpisah.
Meski penampilannya terlihat anggun dan megah, banyak yang menyebutkan jika arsitektur Neo Klasik yang dikembangkan di Indonesia oleh Daendels ini punya kelemahan. Salah satunya adalah kurang menyesuaikan diri dengan alam tropis. Tapi dibalik itu semua, tetap saja gaya arsitektur ini bisa menambah khasanah pengetahuan di tanah air. Khususnya yang berhubungan dengan desain bangunan.